Minggu, 03 Mei 2015

Pernikahan is not like a game

Leave a Comment
Pernikahan is not like a game







Beberapa hari yang lalu saya mendengarkan  kabar yang cukup mengejutkan dari teman saya. Teman saya bercerita tentang seorang kenalan saya yang baru menikah 2 minggu lalu, singkat cerita di umur pernikahan yang masih seumur jagung itu terjadi konflik. Namanya juga pernikahan pasti selalu aja konflik kita semua tau itu tapi adalah satu hal yang lucu karena konflik ini si pasangan nya kabur ke luar kota hanya karena masalah kecil dan malahan kenalan saya mengatakan dia menyesal telah menikahi pasangan dia.

Pernikahan is not like a game. Ketika kita bosan atau merasa tidak cocok, kita tinggal membuat karakter yang berbeda dengan yang sebelumnya kita main kan. Lalu kita main dengan cara yang berbeda. Pernikahan itu tidak bisa seperti itu, kita tidak bisa tiba-tiba mau cerai lalu cari orang lain hanya karena kita baru tau sifat asli pasangan kita. Pernikahan itu diperlukan kesiapan yang matang, tidak hanya kesiapan segi materi saja tapi segi mental juga.

 Kisah kenalan saya ini mengingat saya dengan sebuah perumpamaan oleh Ajahn Brahm yang dia tulis di dalam buku Dia yang berjudul Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 3. Perumpamaannya sebagai berikut.


Ada perumpamaan mengenai pernikahan yang biasanya saya ceritaka kepada pasangan mempelai. Dalam suatu pernikahan di inggris, sepasang  mempelai baru selesai melangsungkan upacara pernikahan mereka dan meminta pemberkahan dari saya.

Maka saya menatap lekat-lekat mata mempelai perempuan , dan berkata," Kini anda sudah menikah. Mulai sekarang, anda seharusnya tidak lagi memikirkan diri anda sendiri."

mempelai perempuan langsung mengangguk.

Kemudian saya melihat ke mempelai pria," Mulai sekarang, anda adalah pria yang sudah menikah. Anda sudah menjadi seorang suami. Anda pun tidak seharusnya memikirkan diri sendiri."

Mempelai pria tersenyum. Lalu sejenak kemudian, ia baru mengangguk. Kaum pria memang biasa begitu.

Sambil masih menatap mempelai pria, saya berkata," Mulai dari hari ini pula, anda pun tidak seharusnya memikirkan istri anda."

Saya suka sekali mengatakan hal ini, sebab di titik ini mereka berdua kelihatan benar-benar binggung! Pengantin perempuan pun mulai berpikir," Apa yang biksi gila ini omongkan?"

Lalu saya ganti menatap penganti perempuan dan berkata," Mulai saat ini, anda juga seharusnya tidak memikirkan suami anda."

Salah satu hal cara yang menakjubkan dalam menasihati orang adalah menggunakan kebingungan; sebab ketika kita dalam kebingungan, semua gagasan lama, cara berpikir untuk menyelesaikan masalah benar-benar tersingkirkan, sehingga kita bisa melihat rute pemahaman yang baru. Jadi kebingungan merupakan salah satu cara melihat kebenaran. Persis seperti ucapan favorit saya: jangan biarkan pengetahuan anda menghalangi di jalan menuju kebenaran.

Kedua pengantin ini berpikir bahwa menjalin hubungan itu berarti memikirkan mengenai pasangannya.

Lalu saya mengatakan," Mulai sekarang, anda berdua seharusnya berpikir mengenai kita. Anda berdua adalah  pasangan. Jika anda hanya memikirkan diri sendiri maka anda sudah melenceng dari hakikat suatu hubungan. Jika anda hanya memikirkan pasangan anda, maka anda pun luput dari maknanya, karena jalinan hubungan bukanlah mengenai saya, bukan mengenai mereka, namun selalu mengenai kita."

Jadi ketika kita menjalin hubungan, itu bukan masalah dia, atau masalah saya, tetapi.... masalah kita.  Tak peduli siapa yang memulainya, itu masalah kita.

Perempaaan yang di jelaskan oleh Ajahn Brahm ini menurut saya sudah sangat menjelaskan arti sebuah pernikahan atau pun sebuah hubungan

Dengan tulisan ini saya berharap kita semua lebih mengerti tentang arti sebuah pernikahan atau pun sebuah hubungan :)

0 komentar:

Posting Komentar